Tuesday 21 December 2010

Ksatria Baju Hitam Siap Beraksi

Perjalananku pulang pergi Jakarta-Jogja menggunakan jasa kereta api sudah berlangsung hampir 1 tahun. Kereta Senja Utama Jogjalah yang paling setia mengantarku pulang dari Jakarta ke Jogja. Namanya kereta kelas bisnis di Indonesia, disediakan juga tiket tanpa tempat duduk. Mereka yang ga punya tiket duduk selalu berebut agar bisa mendapatkan tempat untuk duduk bahkan tidur di lantai kereta. Kadang orang yang punya tiket duduk pun rela untuk tidur di lantai. Lebih lega dan dingin katanya.

Bahkan ada beberapa penumpang yang kutemui mengaku naik kereta tanpa tiket. Mereka rela menanggung risiko. Bila ada sidak dari manajemen PT KAI, mereka harus turun di stasiun terdekat.

Bagi mereka yang sudah biasa tidur di lantai enak-enak saja. Mereka yang sudah langganan tidur di lantai kereta bahkan sengaja membawa bantal angin, alas tidur busa, dan selimut sendiri. Aku pernah mencoba tidur di lantai sepanjang malam. Hasilnya? Masuk angin tak terhindarkan. Pagi harinya perut menjadi kembung penuh angin. Ga lagi-lagi deh buat tidur di lantai kereta. Angin yang mengalir di bawah justru lebih “semriwing”.

Dari sekian kalinya aku pulang pergi naik kereta senja utama jogja, atau sering disingkat senjata jogja, aku sering menemui orang yang sama. Mungkin kita sama-sama anker kali ya. Anker itu anak kereta. Yang setiap weekend selalu pulang ke Jogja dan kembali ke Jakarta hari minggu malamnya. Ya beginilah nasib anak rantau (sedikit hiperbola biar pembaca ikut terharu).

Sore itu posisi dudukku kurang strategis. Kipas angin tepat berada di atas kepalaku. Biasanya ada tombol pengatur di dindingnya. Namun kebetulan sekali untuk gerbong ini tidak ada tombol pengaturnya, jadi semua kipas dikontrol dari pusat.

“haduh, gimana nih sepanjang perjalanan kena angin terus.”

Tak ada yang bisa kulakukan selain mencari solusi agar kepalaku tak terus menerus terkena angin. Namanya orang kepepet, selalu ada aja idenya. Aku terpaksa mengambil selembar kertas koran yang baru kubeli di stasiun tadi untuk dibuat caping mirip punya pak tani.

“Hahaha,berhasil juga membuatnya”

Jadi teringat pelajaran keterampilan melipat waktu SD.

Kepala kututup dengan caping kertas, hidung dan mulut kututup dengan sapu tangan, dan jaket kututup sampai menutup leher. Dengan kostum seperti itu ditambah jaketku yang berwarna hitam semakin meyakinkan bahwa malam itu ksatria baju hitam telah lahir.

Topiku yang unik membuat salah satu penumpang berkomentar, “hihi kayak mr been ya.”

Aku yang sudah setengah tidur itu pun reflek menggerutu, “sial, aku disamain ama mr been. Ga ada yang lebih bagus ya.”

cerita ini pernah diterbitkan di blog lama http://misterdee.co.cc/ tanggal August 16, 2010

No comments:

Post a Comment