Showing posts with label cerita travelling. Show all posts
Showing posts with label cerita travelling. Show all posts

Wednesday 29 December 2010

Peluang bisnis di kereta

Fiuh lega juga, akhirnya bisa sampai stasiun lebih awal. Lebih baik menunggu daripada tertinggal kereta. 30 menit berselang, kereta senja utama solo tiba di stasiun Jatinegara. Kereta ini berangkat dari stasiun pasar senen dan menempuh waktu sekitar 15 menit untuk sampai di Jatinegara.

Biasanya di dalam kereta ada petugas yang menawarkan sewa bantal. Maklum kereta bisnis. Jangankan bantal, selimut pun tidak dipinjami.

Nah ngomong-ngomong soal selimut, ternyata itu menjadi peluang bisnis tersendiri bagi si petugas. Ya benar, sekarang bukan cuma bantal aja yang disewakan, selimut juga disewakan. laris manis lho. biaya sewanya cuma 4000 rupiah. Murah kan? tapi jangan harap dengan mudah bisa mendapatkannya. Jumlahnya yang cuma sedikit itu sering kali membuatku ga kebagian.

Melihat tingginya minat penumpang yang ingin menyewa, sebaiknya petugas bisa menambah jumlah selimut dan bantal yang disewakan.

Tuesday 28 December 2010

Ojekku atau bukan ya

Tanggal 23 Desember 2010 pukul 16.00 di kantor.

"mbak ari, aku minta tolong pesenin ojek ya buat ntar malam j19.30 ke Jatinegara"

"oke, nanti sama mas Rian ya"

"oke mbak, makasih ya"

Kira-kira begitulah bunyi smsku sama mbak ari, penjaga kosku yang selalu setia bila ada anak kos meminta bantuan, buat manggilin ojek langganan. Aku mau pulang ke Jogja malam ini naik kreta senja utama Solo pukul 20.30.

Sepulang kantor aku langsung bersiap dan tentu saja ga lupa berdoa.

Udah jam 19.15, saatnya berangkat. Aku membawa 1 tas ransel dan 1 tas jinjing. Dengan langkah yang semangat, aku berjalan ke depot air isi ulang di depan kos, tempat mangkalnya si abang ojek. Nah dari sinilah cerita itu bermula.

"mas Rian, jadi kan nganter saya?"

"enggak mas, sama mas budi ya", kata mas Rian yang bersiap untuk pulang ke rumahnya.

Kebetulan emang mas budi juga stand by di sana. Naiklah aku ke ojeknya mas Budi.

Sesampai di jalan.

"naik kreta apa mas?"tanya mas Budi.

"Naik kreta bisnis mas, Senja utama Jogja", jawabku.

"Wah kalo musim libur gini rame banget ya"

"Ya, moga-moga ga rame bangetlah. lho, mas kok tumben (ga biasanya) lewat sini?" memang sore itu si abang ojek tak melewati jalan yang biasanya dia lalui pas nganter aku ke Jatinegara.

"kan mau ke Gambir mas katanya tadi?"

"ke Gambir? enggak kok, aku ga bilang ke gambir, kretaku berenti di Jatinegara mas. kan tadi saya bilang kreta bisnis, kreta bisnis mana ada di Gambir."

"Oo saya taunya mau nganter ke Gambir"

"enggak mas, yauda gapapa muter di depan situ aja"

Kebetulan emang belom jauh-jauh amat dari jalan menuju Jatinegara. Di tengah-tengah perjalanan menuju Jatinegata, tiba-tiba, kriiing...

"halo? ini siapa ya?" tanya mas Budi setelah hapenya bunyi di jalan.

"(si penelpon ngomong apa ga ngerti)"

"Lho, mas masih di depot air?"

"(si penelpon ngomong lagi)"

"Trus sapa nih yang saya anter? Wah salah orang deh. Gimana nih, di situ masih ada mas bambang kan? maaf ya mas"

"kenapa mas? bukan saya ya yang harusnya dianter?"tanyaku.

"iya mas, harusnya mas aris, kirain situ namanya aris"

"bukan mas, makanya saya td ngerasa agak aneh, kok mas budi taunya nganter ke Gambir."

Si Aris tu temen kuliah, temen kantor, tetangga di Jogja, sekaligus tetangga kosku juga. Kebetulan dia juga mau pulang ke Jogja, tapi naik di Gambir. Tau sendiri lah kalo lewat Gambir berarti naik kereta eksekutif. Takutnya gara-gara aku, dia malah telat lagi sampe di Gambir. Bisa berabe nih aku dikira ngerebut ojek orang.

Haduh repot juga ya kalo kejadian ini terjadi ama diriku, bisa panik banget. Untung aja si Aris masih dapet tukang ojek lainnya. Kalo enggak bisa merasa bersalah 2 kali nih. Ya sesampainya di Jatinegara aku langsung sms si Aris buat minta maaf, aku ga ada maksud sedikit pun buat ngerebut ojeknya. Ini cuma masalah salah paham.

Tuesday 21 December 2010

Wer ewer eweeerrr..

Jumat malam ini, aku bersiap pulang dari kota megapolutan eh megapolitan Jakarta menuju kota kelahiranku, Jogja berhati nyaman. Sesampainya di stasiun Jatinegara, kereta belum tiba. Pukul 19.40 “senja utama jogjaku” akhirnya datang juga. Begitu kreta berhenti, orang-orang (ga punya tempat duduk) berebut untuk naik. Karena aku sudah punya tiket yang bertempat duduk, maka santai aja deh, mau apa juga berebutan masuk. Bisa2 dompet dan HP lenyap lagi. “tut tut tuttt, kretaku tak berhenti lama”, seperti lagu naik kereta api. Pukul 19.45 tepat, kretaku mulai bergerak maju.

Suasana di kreta lumayan penuh, tapi tidak sesak seperti musim liburan kemarin. Udara juga lumayan sejuk. Sebelahku duduk seorang kakek-kakek yang sudah tidur sedari aku belom masuk kreta. Tak ada teman ngobrol membuatku ngantuk, dan tak selang berapa lama ikut tertidur juga deh.

Di tengah-tengah tidurku tiba-tiba terdengar suara “Mijon mijon.. popmi popmi..Qua qua qua”. Ya itu suara orang-orang menjajakan dagangannya. Ternyata kereta sedang ebrhenti di salah stasiun yang tak kuketahui namanya. Maklum gelap. Mulai itu, aku tak bisa tidur lagi. Waktu terasa berjalan sangat lambat. Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam kucoba untuk tidur lagi, tetap tidak bisa..

“wer ewer eweeerr… serrrrrr”, suara pengamen bencong yang selalu masuk di kereta senja utama jogja. Senangnya hatiku. Bukan karena mau ketemu ama pengamen bencong, tapi itu pertanda aku sudah sampai di Wates. Tinggal 25 menit lagi sudah sampai Jogja. Horeeee.. Jogja I’m coming..

Happy weekend ya buat temen-temen..

Another Side of Bali

Bila kita berkunjung ke Bali, tentunya tak jauh-jauh dari yang namanya Pantai Kuta, Pantai Sanur, dan Tanah Lot. Saya dan kedua rekan kerja siang itu tak sengaja menemukan keindahan lain di pulau Bali. Ketika kami melakukan kunjungan kerja ke daerah Singaraja, Bali, tepatnya di kecamatan Kubutambahan, kami bermaksud berhenti sejenak untuk beristirahat sambil mengisi perut. Maklum, saking semangatnya bekerja, tak terasa perut mulai keroncongan. Di pinggir jalan raya terpampang petunjuk “Warung makan Ikan Bakar”.

“Waw cocok banget tuh menunya”

Kami pun membelokkan mobil kami ke warung makan itu. Tak sampai di situ saja kegirangan kami. Ternyata warung makan itu terletak persis di pinggir laut. Di situ nampaknya ada objek wisata namanya Pantai Air Sanih. Pantainya bersih, air lautnya tampak kebiruan, dan di pinggir pantai ramai ditumbuhi pohon kelapa yang rindang.

Dalam perjalanan menuju ke kecamatan Kubutambahan tersebut kami melewati objek wisata gunung sekaligus danau yang begitu indah. Ya namanya Gunung dan danau Batur. Danau tersebut berada tepat di bawah kaki gunung Batur. Dari kejauhan tampak perpaduan warna hijaunya gunung dan birunya danau yang begitu menawan.

cerita ini pernah diterbitkan di blog lama http://misterdee.co.cc/ tanggal August 31, 2010

Paket Nasi Si Bapak

Melanjutkan cerita sebelumnya yang berjudul ksatria baju hitam. Yang bercerita pengalamanku pulang ke jogja naik kereta senja utama jogja.

Malam berputar menjadi pagi. Seperti biasa suara kicauan para penjual makan dan minuman bergema sepanjang malam. Sekitar pukul 2 dini hari, datanglah penjual nasi kotak dan berteriak, “paket, paket nasi… Enak banget. Dibuktikan dulu baru percaya. Paket, paket nasi.. Siapa mau.”

Demikian kira-kira suara si bapak menjajakan nasi kotaknya ke penumpang kereta yang sebagian besar masih tertidur itu secara berulang-ulang.

Dua penumpang di depanku tiba2 bangun dan membeli paket nasi si bapak. Nasi kotak di atas nampan si bapak masih tersisa banyak ketika beliau berlalu dari hadapanku. Tak berapa lama kemudian si bapak berjalan kembali lagi dari sisi belakang dengan membawa nampan kosong.

Tak selang berapa lama lagi si bapak kembali membawa paket nasi di atas nampannya. Ketika berjalan kembali ke dari sisi belakang, nampannya kosong lagi.

“Wah laris banget ya nasi si bapak. Ternyata banyak juga orang yang kelaparan di tengah malam. Perasaan dulu ga pernah selaris itu deh.”

Bagiku makan dini hari seperti waktu sekarang ini bukan hal yang wajar. Setelah beberapa lama berpikir, baru sadar kalau hari ini sudah masuk bulan puasa. Ternyata mereka sedang makan sahur. Perjalanan panjang di kereta tak menyurutkan niat mereka untuk tetap berpuasa hari ini.

“Selamat sahur ya kawan”

cerita ini pernah diterbitkan di blog lama http://misterdee.co.cc/ tanggal August 17, 2010

Ksatria Baju Hitam Siap Beraksi

Perjalananku pulang pergi Jakarta-Jogja menggunakan jasa kereta api sudah berlangsung hampir 1 tahun. Kereta Senja Utama Jogjalah yang paling setia mengantarku pulang dari Jakarta ke Jogja. Namanya kereta kelas bisnis di Indonesia, disediakan juga tiket tanpa tempat duduk. Mereka yang ga punya tiket duduk selalu berebut agar bisa mendapatkan tempat untuk duduk bahkan tidur di lantai kereta. Kadang orang yang punya tiket duduk pun rela untuk tidur di lantai. Lebih lega dan dingin katanya.

Bahkan ada beberapa penumpang yang kutemui mengaku naik kereta tanpa tiket. Mereka rela menanggung risiko. Bila ada sidak dari manajemen PT KAI, mereka harus turun di stasiun terdekat.

Bagi mereka yang sudah biasa tidur di lantai enak-enak saja. Mereka yang sudah langganan tidur di lantai kereta bahkan sengaja membawa bantal angin, alas tidur busa, dan selimut sendiri. Aku pernah mencoba tidur di lantai sepanjang malam. Hasilnya? Masuk angin tak terhindarkan. Pagi harinya perut menjadi kembung penuh angin. Ga lagi-lagi deh buat tidur di lantai kereta. Angin yang mengalir di bawah justru lebih “semriwing”.

Dari sekian kalinya aku pulang pergi naik kereta senja utama jogja, atau sering disingkat senjata jogja, aku sering menemui orang yang sama. Mungkin kita sama-sama anker kali ya. Anker itu anak kereta. Yang setiap weekend selalu pulang ke Jogja dan kembali ke Jakarta hari minggu malamnya. Ya beginilah nasib anak rantau (sedikit hiperbola biar pembaca ikut terharu).

Sore itu posisi dudukku kurang strategis. Kipas angin tepat berada di atas kepalaku. Biasanya ada tombol pengatur di dindingnya. Namun kebetulan sekali untuk gerbong ini tidak ada tombol pengaturnya, jadi semua kipas dikontrol dari pusat.

“haduh, gimana nih sepanjang perjalanan kena angin terus.”

Tak ada yang bisa kulakukan selain mencari solusi agar kepalaku tak terus menerus terkena angin. Namanya orang kepepet, selalu ada aja idenya. Aku terpaksa mengambil selembar kertas koran yang baru kubeli di stasiun tadi untuk dibuat caping mirip punya pak tani.

“Hahaha,berhasil juga membuatnya”

Jadi teringat pelajaran keterampilan melipat waktu SD.

Kepala kututup dengan caping kertas, hidung dan mulut kututup dengan sapu tangan, dan jaket kututup sampai menutup leher. Dengan kostum seperti itu ditambah jaketku yang berwarna hitam semakin meyakinkan bahwa malam itu ksatria baju hitam telah lahir.

Topiku yang unik membuat salah satu penumpang berkomentar, “hihi kayak mr been ya.”

Aku yang sudah setengah tidur itu pun reflek menggerutu, “sial, aku disamain ama mr been. Ga ada yang lebih bagus ya.”

cerita ini pernah diterbitkan di blog lama http://misterdee.co.cc/ tanggal August 16, 2010

Indahnya Sunset di Ratu Boko

Aku pernah mendengar dari seorang teman bahwa sunset di Candi Ratu Boko tak kalah indah dengan sunset di Kuta Bali. Penasaran akan hal itu, hari Jumat sore, 6 Agustus 2010, aku ingin melihat dengan kepala sendiri bagaimana indahnya sunset di Candi ratu Boko. Berbekal kamera Canon kesayanganku (cuma satu-satunya, makanya di sayang), aku berangkat menuju lokasi. Candi Ratu Boko terletak di sebelah timur kota Jogja dan berjarak kurang lebih 25 km dari kota Jogja. Bila kita berjalan dari kota Jogja, maka sesampainya di pertigaan pasar Kalasan kita belok ke kanan. Dari situ akan ada papan petunjuk arah menuju candi tersebut. Sepanjang jalan menuju ke candi terdapat rumah-rumah penduduk sekitar. Suasana sejuk dan asri terasa jelas. Candi Ratu Boko terletak di perbukitan, untuk sampai ke sana kita harus melewati jalanan sedikit menanjak.

Pukul 17.30 WIB aku sampai di sana.

“masih bisa dapat momen sunset nih”, pikirku dengan semangat.

Sebelum memasuki wilayah candi, kita diharuskan membeli tiket masuk seharga Rp 10.000. Bila kita membawa kamera, maka kita harus membayar uang tambahan sebanyak Rp 5000/kamera. Berhubung aku ke sana memang untuk tujuan hunting foto, terpaksa deh bayar Rp 5000 tambahannya. Dari gerbang tiket kita masih harus menaiki beberapa lapis anak tangga untuk menuju lokasi yang dimaksud.

Cuaca sore itu sedikit berawan yang membuatku was-was, bisa ga ya melihat sunset yang katanya begitu indah. Sesampainya di palataran candi, kita bisa memandang jauh ke bawah. Ya, kota Jogja kelihatan dari sini. Begitu indah karena langit dihiasi dengan kuningnya matahari yang akan tenggelam. Seandainya awan tidak menyelimuti sebagian tubuh matahari sore itu, mungkin pemandangannya akan lebih indah lagi. Tapi ga apa-apa, berhasil melihat sunset di Candi Ratu Boko dengan kepala sendiri saja sudah senang.

Langit berubah gelap begitu cepat setelah matahari perlahan menghilang di ufuk barat. Lampu di kota Jogja mulai menyala satu persatu, sehingga menjadikan momen yang indah juga untuk membuat foto dari atas candi. Bagi pecinta fotografi, momen-momen seperti itu merupakan momen emas untuk mengambil foto. Bila Anda belum pernah ke sana, sudah saatnya Candi Ratu Boko menjadi salah satu prioritas untuk hunting foto.

cerita ini pernah diterbitkan di blog lama http://misterdee.co.cc/ tanggal August 16, 2010




Belajar Teknik Slow Speed

Ketika aku berkunjung ke Jogja, aku berkesempatan untuk belajar teknik kecepatan rendah atau kalau istilah fotografi dinamakan teknik slow speed dengan seorang temanku yang juga pecinta fotografi. Teknik ini susah-susah mudah untuk dilakukan. Hal yang pertama harus diperhatikan adalah metering ketersediaan cahaya. Namanya juga teknik slow speed, maka shutter speed (kecepatan buka tutup lensa) disetting sangat lambat (20 – 30 detik). Konsekuensinya adalah cahaya akan terlalu banyak masuk ke lensa. Agar cahaya tidak terlalu banyak masuk ke lensa, maka bukaan lensa (diafragma) perlu disetting di posisi paling kecil atau f paling besar (f/22). Hal yang tidak kalah penting adalah kita harus menggunakan tripod agar gambar tidak goyang, shake, atau blur.

Nah, kalau sudah begitu, kita tinggal menunggu momen saja. Misal menunggu banyak kendaraan lewat di depan kamera kita. Hasilnya bisa dilihat pada gambar di bawah ini. Selamat mencoba..!


cerita ini pernah diterbitkan di blog lama http://misterdee.co.cc/ tanggal August 14, 2010





Merapi Golf Nan Menawan

Siang itu aku dan 2 teman lain mendapat kesempatan untuk berkunjung ke Merapi Golf yang terletak di Cangkringan, kabupaten Sleman, DIY. Udara yang sejuk sudah menyelimuti kami begitu kami turun dari mobil yang mengantar kami ke sana. Namun keramahan karyawan Merapi Golf yang menyambut kami bertiga seolah menghangatkan suasana di sana.

Sebelum memasuki padang golf, kami terlebih dahulu harus melewati gedung. Gedung itu merupakan kantor manajemen, resepsionis (bagian pendaftaran) dan restoran kecil.

Hal yang menarik perhatianku saat itu adalah papan-papan yang tertempel di dinding gedung dengan beberapa nama-nama pemain yang berhasil memperoleh hole in one atau memasukkan bola dalam satu kali pukulan. Wow, satu kali pukulan bisa masuk ke lubang? Luar biasa.

Beberapa langkah lagi, kami sudah sampai di lapangan golf. Ini kali pertama aku menginjakkan kaki di lapangan golf. Hamparan rumput hijau membentang sejauh mata memandang.

“Wow, keren”, itulah kesan pertama ketika aku melihat lapangan golf dari dekat.

Sayang sekali siang itu awan kurang bersahabat. Awan putih menyelimuti tubuh gunung Merapi. Bila cuaca cerah, kita bisa melihat Gunung Merapi secara jelas dari lapangan ini.

Akan tetapi kekecewaan kami seolah hilang karena kami diajak oleh karyawan yang menyambut kami tadi berkeliling lapangan seluas 67.000 m2 ini dengan menggunakan golf cart. Golf cart adalah sejenis mobil kecil tanpa pintu yang hanya muat maksimal 3 orang yang digunakan untuk mengangkut stik-stik golf para pemain. Mobil itu berbahan bakar bensin. Karena kami bertiga plus 2 orang pemandu, maka kami berkeliling dengan 2 mobil.

Bukan hanya itu, ternyata kami diijinkan untuk mengendarai sendiri golf cart itu.

“Asiiiik”

Kami bergiliran untuk mencoba mengendarainya. Caranya sangat mudah karena di mobil itu hanya ada pedal gas dan rem. Seperti layaknya mobil matik lah, tinggal menginjak gas dan rem tanpa kopling.

“brrrm..brrrmm…”

Nah, sekarang tiba giliran temanku yang mencobanya. Tak selang berapa lama, mobil mulai berjalan ndut-ndutan. Cocok deh buat goyang dangdut maju mundur.

“yaaah.. mobilnya mogok. kenapa nih mobil, baru aja kupakai”, keluh seorang temanku.

“ga bisa makainya kali lu, baru dipakai sebentar udah ngerusak”, canda teman satunya.

“bisa lah, enak aja”

Selidik punya selidik, ternyata. eng ing eeeng. Ya betul dugaan kami, bensinnya abis. Hahaha, sial banget ya, baru nyoba sebentar udah habis bensin. Ya sudah terpaksa kami ikut naik mobil satunya.


cerita ini pernah diterbitkan di blog lama http://misterdee.co.cc/ tanggal August 14, 2010