Sunday 6 March 2011

Kirain Handuk, ternyata...

Hooahh capek banget, pemburuan tiket yang belum mendapatkan hasil. Sesampai di hotel, kami pun langsung merebahkan badan, tulang punggung ama kakiku terasa pegal banget.

"Hoi mandi dulu sana, kotor-kotor kok langsung naik kasur", kata mama.

"siap bos"

Byur..byur..byur... (suaranya kok kayak mandi pake gayung aja, ndeso, padahal mandi pake shower lho)

Seger banget deh abis mandi. Tiduran lagi ah..

Sekarang giliran adikku mandi.

"Hoi sapa yang handukan pake ini?", kata adikku sambil nunjukkin barang bukti.

"Aku, kenapa Na?"

"wakakaka, hihihii, hahahaa", Adikku ga berenti ketawa ngekek (terbahak-bahak).

"Ini keset kenapa buat handukan? Ndeso banget sih"

Mama yang mendengar pun tak kuasa menahan geli. Suara ketawa pun menggelegar di dalam kamar.

"Buset dah, kirain handuk, lha orang ditaruh di gantungan handuk sih"

Saturday 12 February 2011

Memburu Tiket Bus Menuju Genting

Masih di hari yang sama, kami pun sampai di hotel tempat kami menginap, Imperial Hotel. Ini nih tampilan depannya, keren kan? Tak hanya tampilan depannya, di dlamnya pun lumayan bagus. Kok cuma lumayan? Ya daripada lumanyun. Informasi hotel ini aku dapatkan dari seorang teman semasa kuliah di Jogja dulu. Namanya cie evy, dia yang merekomendasikan supaya kami tinggal di hotel ini. Hotel yang paling laris buat wisatawan karena harganya terjangkau dan hotelnya pun bagus.

Setelah beristirahat sebentar di hotel, kami pun bergegas untuk memburu tiket bus tujuan genting untuk besok pagi. Menurut saran teman, sebaiknya membeli tiket untuk pulang-pergi, eh salah, pergi-pulang. Ketika kami bertiga hendak menuju monorail station ada patung berwarna biru, kuning dan silver. Tadi waktu kami pertama sampai kok ga ada ya? cepet banget mindahin patung yang segedhe orang itu. Ooo ternyata mereka adalah sekelompok seniman yang berdandan menyerupai patung. Mereka menetapkan tarif 2RM bila ingin berfoto bersama. Namanya orang Indo (baca: kami) maunya yang gratisan, makanya kami curi-curi foto dari jarak jauh, kayak foto di bawah ini.


Oke saatnya melanjutkan perjalanan menuju stasiun Pudu Raya. Dari monorail station Bukit bintang kami menuju Hangtuah (1,2RM), dari Hang tuah pindah menggunakan LRT ke stasiun Pudu (0,7RM). Sampai di stasiun Pudu kami bertanya pada petugas LRT, di mana kami bisa beli tiket ke Genting.

"Sir, may I get the information, where we can get the bus ticket to Genting?", meskipun bahasa Inggris ga jago yg penting pede aja.

"Sorry, it's not here. You can go to Pudu Raya not Pudu. But it's 5 pm, you can go to Titiwangsa station."

Tiket bus yang di Pudu Raya kemungkinan sudah tutup karena udah kesorean, kami disarankan untuk pergi ke Stasiun Titiwangsa, di sana satu-satunya yang masih buka jam segini.

Naik LRT lagi deh kami ke Titiwangsa. Ketika kami sampai di Titiwangsa dan mau keluar stasiun. Ups, kok ga bisa masuk ya tiketnya. Kami pun didatangi petugas. Ternyata tiket yang kami beli tadi kan tujuan Pudu, tiketnya tidak bisa untuk keluar stasiun lain, kami pun harus membayar lagi ongkos perjalanan dari Pudu ke Titiwangsa. Ya masih untung tidak didenda, cuma disuruh nambah ongkos aja.


Belum selesai sampai di situ ceritanya. Sampai di depan loket bus kami kembali kecewa karena tiket bus tidak bisa beli untuk hari berikutnya. Apalagi jasa bus itu tidak menyediakan tiket cable car. Perusahaan jasa bus yang menyediakan tiket cable car adalah Go Genting yang berada di KL Sentral. Ya gini nih kalo kurang informasi. Kami pun akhirnya memutuskan untuk menyudahi pemburuan tiket dan melanjutkannya besok pagi.

Monorail Pertamaku

Kenyang deh abis makan. Abis kenyang ngantuk. Eits, jangan tidur dulu, perjalanan masih harus dilanjutkan. Untuk mencapai daerah Bukit Bintang tempat hotel kami berada kami tempuh dengan menggunakan monorail. Bukit Bintang bukan diperbukitan lho, itu cuma nama daerah saja. Bukit Bintang merupakan pusat hiburan kota KuaLa Lumpur. Dari KL Sentral kami berjalan menuju stasiun monorail. Stasiun monorailnya ada di depan terminal bus, namun benar apa yang ditulis oleh blog seorang kawan bahwa di depan KL Sentral sedang ada pembangunan gedung, sehingga kami harus berjalan agak memutar untuk mencapai stasiun monorail. Tiket menuju bukit bintang sebesar 2,1RM (2 Ringgit 10 sen). Duit sen masih dihargai lho di sini, 1 Ringgit sama dengan 100 sen. Tiketnya monorail ini berbentuk seperti kartu telepon jaman dulu (yang tipis itu lho). Tiket itu untuk akses masuk ke stasiunnya yang ada di lantai 2, namanya juga monorail, pasti di atas, ga mungkin di bawah tanah. Masukkan tiket ke mesin, ambil kartu kembali, jalan masuk deh satu-satu.

"Kartunya kok diambil lagi?"

"katrok banget deh, kartu itu nanti buat akses keluar stasiun"

Ini kali pertama kami menaiki monorail. Pengalaman baru yang tentunya bisa diceritain ke temen-temen.

"Monorail ada sopirnya ga sih?"

"Sopir? masinis kalee!"

"Oiya.."

Haha, ternyata monorail dikendalikan oleh seorang masinis. Dia mengendalikan buka tutup pintu dan mengatur kecepatan kereta. Dari atas monorail kami bisa mengamati kota KL yang masih banyak terdapat pembangunan gedung-gedung baru.



Stesen berikutnya, Bukit Bintang (orang melayu bilangnya stesen alias station, lidah jowo, hehehe). Siap-siap turun. Pada hari pertama kami menginap di Hotel Imperial. Jarak antara stesen monorail dan hotel tak jauh. Halah tak jauh, biasa juga bilang nggak jauh, makin melekat aja nih bahasa melayunya. Tarif hotelnya lumayan sih, namanya juga peak season alias masa liburan, kesempatan untuk menaikkan harga. Kisaran aja ya, gaenak nyebutnya soalnya. Tarif kamar hotelnya bervariasi antara 150-200RM. Tapi jangan kuatir, di Bukit bintang buuuaaanyak, lebay deh, maksudnya banyak hotel yang bisa dipilih. Satu yang harus diperhatikan adalah kata-kata "ada uang ada barang". Idiom ini sangat berlaku di sini. Cerita berikutnya akan membuktikan kalau idiom itu benar karena kami sempat pindah hotel 3 kali dengan tarif yang beda-beda.



Friday 11 February 2011

Welcome to Kuala Lumpur

"We just landed in LCCT (Low Cost Carrier Transportation), Malaysia, Welcome to Kuala Lumpur, waktu menunjukkan pukul 12.30 waktu setempat, terdapat perbedaan waktu 1 jam lebih cepat dari Jakarta"

"pelawat diharapkan tidak menghidupkan telepon bimbit sebelum pesawat berenti dengan sempurna, bagi pelawat yang memerlukan pengkhidmatan dapat menghubungi awak kabin kami"
Kira-kira begitulah kata-kata si pramugari menyambut ke
datangan kami di KL. Begitu sampai di Malaysia ada kata-kata aneh yang jarang kudeng
ar di Indonesia.

Pelawat = visitor
telepon bimbit = mobile phone
pengkhidmatan = service

dan banyak lagi yang lain yang selama
perjalanan nanti akan coba aku hadirkan di tengah-tengah cerita.

Turun dari pesawat tak lupa untuk berfoto sejenak di depan pesawat yang membawa kami terbang sampai KL. Saking asiknya berfoto-foto malah lupa kalau kami punya bagasi yang harus diambil. Sesampainya di tempat pengambilan bagasi tinggal beberapa tas saja termasuk punya kami yang tersisa. Entah sudah berapa kali tas kami muter-muter di atas conveyor. Untung aja masih sempet ngambil.

Sebelum keluar bandara, kami harus menghadapi loket imigrasi terlebih dahulu. Paspor kami diperiksa kembali oleh petugas, dan dicap tanda kedatangan di Malaysia. Seperti ceritaku sebelumnya, kami ke KL tanpa tour guide sama sekali dan tulisan blog teman-teman adalah guider kami. Salah satu saran dari teman adalah gunakan nomor lokal agar bisa nelpon lebih
murah. Kebetulan di bandara ada counter "celcom" yang merupakan satu jaringan dengan XL kalo di Indonesia. Dengan membayar 20RM (Rp3000/RM) bisa dapat pulsa atau bahasa m
elayunya baki (balance) sebesar 10RM. Ya lumayan mahal juga, kalau di Indonesia SIM card perdana hanya seharga Rp10.000, bahkan ada yang hanya menjualnya Rp1000 sudah dapat pulsa Rp10.000. Kalau beli SIM card sekalian didaftarkan oleh mereka dengan menggunakan paspor kita.

Setelah beristirahat sejenak di bandara, kami segera menuju counter bus yang akan mengantar kami ke kota Kuala Lumpur. Seperti halnya di Jakarta, bila kita dari bandara Soekarno Hatta mau ke kota harus menggunakan jasa bus Damri. Di Malaysia sebenarnya ada 2 bandara yang satu bernama KLIA (Kuala Lumpur International Airlines) dan LCCT (Low Cost Carrier Transportation). Bandara kedua yang kusebut ini merupakan bandara khusus penerbangan yang menggunakan jasa Air Asia. Hebat ya Air Asia sampai punya bandara sendiri. Ada beberapa pilihan bus yang ditawarkan di sana, diantaranya AEROBUS dengan harga tiket 8RM/person, SKYBUS (milik Air Asia) 9RM, atau KLIA Express 12RM.

Karena bingung, kami memutuskan untuk naik SKYBUS aja yang tarifnya di tengah-tengah. Bus ini berangkat sekitar 15 menit sekali. Kebetulan, kok banyak kebetulannya ya, kebetulan ketika kami naik bus, kursi-kursinya masih banyak yang kosong jadi kami masih bisa bebas memilih tempat duduk. Duduklah kami di depan dan pinggir agar bisa menikmati pemandangan sepanjang perjalanan. Tak lama kemudian bus berangkat menuju KL Sentral tujuan akhir bus. Sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan kebun sawit yang membentang luas hanya beberapa bangunan yang berdiri di pinggir jalan.

Pukul 15.15 sampai juga di terminal bus KL sentral. KL Sentral sendiri merupakan area berkumpulnya segala transportasi umum, mulai dari bus kota, taksi, MRT, LRT, monorail. MRT di Malaysia dikelola oleh beberapa perusahaan swasta (tak melulu harus dikelola pemerintah) diantaranya KTM komuter, Kelana Jaya (Putra) line, dan Rapid KL. Tentunya dari masing-masing pengelola itu telah memiliki trayek sendiri-sendiri yang tak mungkin bersaing secara frontal.

Dari terminal bus, kami bisa saja langsung naik monorail menuju Bukit Bintang tempat kami menginap, namun lagi-lagi berdasarkan catatan blog kawan, di lantai 3 KL sentral ini terdapat foodcourt yang menyediakan masakan khas negeri Jiran, yaitu nasi lemak. Perut udah keroncongan juga, pas banget deh kalau bisa mencicipi nasi lemak. Foodcourt di KL sentral ini bernama Medan Selera. Penjualnya ga ada yang dari Indonesia meskipun namanya Medan. Sepanjang perjalanan ke lantai 3 terdapat banyak penjual berbagai macam asesoris, mulai dari jam tangan, syal, baju, hingga tas. Nah, namanya ibu-ibu, ga jauh-jauh deh matanya kalau ngeliat asesoris-asesoris kayak gitu. Mamaku langsung mampir beli syal, harganya 10RM, ga mahal kan.
Oia malah ngomongin asesoris, nasi lemak tu kayak nasi uduk gitu, tapi rasanya agak sedikit beda, sedikit aja sih, ada rasa rempah-rempahnya di dalam nasinya. Soal lauk bisa milih mulai dari telur, ayam bakar, sampai daging sapi, daging b**i ga ada lho, soalnya kebanyakan penjual nasi lemak di situ adalah orang melayu. Katanya minuman yang khas di sini tu teh tarik. Teh tarik tu kalo di Indonesia namanya teh susu, teh campur susu, harganya di sini 3RM. Kalau mau agak ngirit, di lantai 2 KL Sentral ada mesin-mesin penjual minuman ringan otomatis. Harganya cuma 1RM untuk minuman kaleng, 1RM untuk air mineral 600mL, dan 2RM untuk minuman botol sari buah. Yang unik adalah es cincau hitam dan susu kedelai. Ya, cincau hitam kalau di Indonesia dijual di pinggir jalan pake gerobak, oleh orang Malaysia minuman itu dikemas menggunakan kaleng yang bagus.
Ada alat yang menarik ketika kami melintas di KL Sentral, yaitu alat pembaca garis tangan. Namun sayang, ketika kami akan mencobanya dan sudah memasukkan uang 50 sen, mesin ini tidak berfungsi. Huhu, ilang deh 50 sen.

Air Asia goes to KL

Taggal 4 Februari yang lalu merupakan awal perjalananku ke Kuala Lumpur (KL). Pukul 6.30 kami sudah sampai di Bandara Adi Sutjipto, Yogyakarta. Begitu masuk bandara, kami melakukan check-in terlebih dahulu di counter Air Asia tujuan KL dengan menunjukkan selembar tiket yang sudah kami print sendiri sebelumnya dan paspor tentunya.

"Selamat pagi mas, ini tiket dan paspornya"

"Selamat pagi", sapa petugas dengan ramah.

"maaf pak, ini tidak ada bagasi ya", tanya si petugas.

"Ada mas, ini kami bawa bagasi"

"tapi di tiket blom termasuk, jadi harus bayar lagi"

"lho kemarin sudah diinput kok mas", ucapku penasaran

"Blom ada pak"

Waduh, perasaan kemarin waktu pesan tiket sudah dicentang tuh bagian bagasi. Belum juga mulai berangkat sudah ada masalah gini.

"Ya sudah lah, kami bayar mas. Berapa?"

"untuk 15 Kg pertama Rp120.000, Pak"

Padahal kalau kita pesan lewat internet cuma bayar Rp60.000. Kata Bondan Prakoso "ya sudah lah".

Setelah check-in selesai kami berjalan ke kiri menuju loket pembayaran Airport tax. Pintu keberangkatan luar negeri beda dengan pintu keberangkatan domestik. Biasanya setelah check-in kami berjalan ke kanan, sekarang menuju kiri loket. Airport tax penerbangan international juga beda dengan domestik, kami harus bayar Rp100.000 per tiket. Mahal ga sih?

Jam di tangan masih menunjukkan pukul 07.00. Ketika kami mau memasuki ruang imigrasi, petugas bilang kalau nanti pukul 8.10 baru bisa masuk. Mau ke mana dulu ya? Akhirnya kami memutuskan keluar bandara dulu deh buat ngisi perut. Di sekitar bandara ada warung makan Soto Bebek yang lumayan lah untuk ngisi perut pagi-pagi karena perjalanan nanti menempuh sekitar 2 jam 30 menit.

Pukul 8.10WIB kami semua sudah sampai di bandara lagi. Kami langsung menuju counter imigrasi. Sampai di sana sudah banyak yang mengantri. Kami diberi kartu imigrasi dan disuruh mengisinya. Kartu ini terdiri dari 2 bagian, bagian satu diberikan ke petugas saat keberangkatan dan yang bagian lainnya diberikan lagi saat tiba di dalam negeri lagi. Kira-kira isiannya adalah nama, nomor paspor, tanggal bikin dan expired paspor, nomor pesawat, negara tujuan. Sampai di depan loket petugas memeriksa foto yang ada di paspor dengan orang yang ada di hadapannya sekaligus memeriksa isian kartu imigrasi tadi. Kalau sudah cocok, kami diminta untuk masuk ke ruang tunggu.

Eits tunggu dulu, tas bawaan kita diperiksa lagi menggunakan x-ray. Segala sesuatu yang berbentuk cairan tidak diperkenankan masuk ke ruang tunggu. Air minum , shampo, parfum, dll yang berbahan cair ga boleh masuk pokoknya. Di dekat mesin X-ray ada banyak botol air minum disita petugas. Bagi yang belum tahu ya terpaksa menghabiskan minumannya di tempat atau terpaksa membiarkan petugas menyitanya. Lumayan buat dijual lagi, hehe becanda. Ya paling enggak botol minumnya bisa dikiloin dah.

Ruang tunggu penerbangan international lebih sempit dan terkesan kurang nyaman karena tempat duduk yang disediakan kurang jumlahnya. Banyak calon penumpang yang terpaksa berdiri atau duduk di lantai sembari menunggu pesawatnya tiba.

Pukul 9.10 kami dipersilakan naik ke pesawat. Pramugari penerbangan internasional memang pilihan ya, selain cantik juga cakap dalam kerjanya. Perjalanan 2 jam 30 menit jadi ga terasa deh. Iya ga terasa, tidur melulu sih. hahaha